Tuesday, February 26, 2013

[Review] Ah Boys to Men Part 1 (2012) : A Caricature of Conscription in Singapore


Director : Jack Neo
Casts : Joshua Tan, Wang Wei Liang, Noah Yap, Maxi Lim, Richard Low, Irene Ang

Mau tahu film Singapore terlaris sepanjang masa ? Film tersebut adalah Ah Boys to Men. Film yang rilis tahun 2012 ini berhasil mengalahkan film yang juga disutradarai oleh Jack Neo 14 tahun yang lalu yaitu "Money No Enough" yang memperoleh S$ 6.03 juta. Film ini juga menjadi film Singapore termahal yang pernah dibuat dengan biaya S$ 3 juta dan film ini berhasil meraup S$ 6.18 juta.

Film ini bercerita tentang wajib militer di Singapore, sekaligus memperingati 45 tahun wajib militer. Ken Chow adalah seorang anak manja yang akan mengikuti wajib militer di Singapore. Ia dan orang tuanya berusaha untuk setidaknya menunda wajib militer hingga Ken menyelesaikan pendidikannya di luar negeri bersama sang pacar. Namun, semua usaha mereka gagal dan Ken tetap berakhir di Pulau Tekong, pulau khusus untuk wajib militer. Di sana ia bertemu dengan beberapa teman sekelompoknya, mulai dari Aloysius yang terlampau antusias untuk menjadi yang terbaik, I.P. Man yang senasib dengan Ken yang harus berpisah dengan pacarnya hingga Lobang yang selalu berusaha untuk "keng" (pura-pura sakit) bersama dengan Ken selama wajib militer. Akankah Ken dapat bertahan selama pelatihan wajib militer ?






Film ini dibuka oleh animasi dan peperangan yang sepertinya hampir tidak mungkin terjadi di Singapore, seperti yang ditunjukkan di trailer. Adegan tersebut cukup seru walaupun efek-efeknya masih terlihat buatan dan agak berlebihan. Namun, semua itu harus berakhir dengan sangat anti klimaks ketika semua itu hanyalah adegan di game. Saya yang sudah mengetahui kira-kira jalan ceritanya seperti apa sebelum menonton trailernya merasa kebingungan dengan 15 menit pertama yang penuh peperangan itu. Adegan tersebut terlalu memiliki cerita untuk sebuah game.

Sebenarnya ada dua pilihan yang bisa dilakukan untuk mengeksekusi film ini, yaitu dengan membuat film ini menjadi komedi atau penuh drama. Film ini memilih untuk menyuguhkan komedi dan hal tersebut cukup berhasil. Humor-humornya disambungkan dengan wajib militer tersebut dan lucu. Walaupun ada beberapa humor yang asing di telinga orang Indonesia, ada beberapa humor yang bisa dimengerti orang Indonesia karena beberapa kata dalam Singlish memiliki pengucapan dan arti yang sama dengan bahasa Indonesia ataupun Melayu, seperti penggunaan nama "Lobang" dan nama lengkap Aloysius yaitu "Aloysius Jing Sialan". Film ini juga menggunakan flashback untuk menceritakan kejadian-kejadian lucu di masa lalu yang sebenarnya tidak begitu perlu, sehingga film ini bisa lebih to-the-point.

Sayangnya, kelucuan film ini menjadi bumerang. Film ini terlalu berfokus untuk menjadi sebuah film yang lucu, sehingga faktor drama dan fase perubahan seorang anak laki-laki menjadi seorang pria hampir tidak terasa dalam film yang berdurasi hampir dua jam. Alur film ini cenderung lambat dan terjadi cukup banyak pengulangan.

Ini merupakan film debut bagi sebagian besar aktor-aktor utama. Mereka sebelumnya adalah YouTube artis ataupun blogger. Pemeran Ken Chow yaitu Joshua Tan ternyata mengalami hal yang sama dengan yang ia perankan. Mereka sama-sama terpaksa harus mengikuti wajib militer selama dua tahun sebelum mereka dapat melanjutkan kuliah di luar negeri. Joshua seharusnya mendapat keuntungan karena ia telah merasakan hal yang kurang lebih sama dengan yang ia perankan, tetapi Joshua cenderung berakting datar dan hampir tanpa ekspresi. Maxi Lim yang berperan sebagai Aloysius yang agresif dan juga Tosh Rock Zhang yang berperan sebagai Sergeant Ong yang galak berhasil menghayati peran debut mereka.

Saya kagum dengan kepedulian Singapore terhadap citra polisi dan tentara. Iklan-iklan perekrutan polisi pun dibuat dengan cukup menarik. MINDEF atau kementrian pertahanan dan keamanan menggarap sebuah film seri dokumenter tentang wajib militer berjudul Every Singaporean Son yang juga digarap dengan cukup menarik. Kebanyakan orang pasti akan berpikir bahwa film ini didanai oleh MINDEF sebagai sebuah film propaganda, tetapi MINDEF hanyalah penyedia lokasi dan alat dan juga konselor. Film ini didanai oleh dua buah produk makanan yang akan muncul di dalam film. Product placement sebuah dendeng dan sebuah kopi bubuk dari kedai roti bakar sebenarnya tidak terlalu mencolok, tetapi keberadaan dua barang tersebut cukup aneh di sebuah pelatihan militer.

Sayangnya, film ini mungkin bisa membuat citra militer di Singapore menjadi kurang baik karena film ini dibawa dengan sangat komedi dan juga mengajarkan cara-cara untuk "keng". Akan tetapi, hal tersebut tampaknya tidak menjadi sebuah masalah bagi warga Singapore, terutama pria-pria Singapore. Hampir semua dari mereka pernah mengikuti wajib militer, sehingga film ini bisa menjadi sangat personal bagi mereka dan momen-momen untuk bernostalgia dengan film yang ringan.

Score : 4/10

Film ini memiliki sebuah kejutan di akhir cerita, yaitu film ini adalah Part I dari dwilogi. Akhir cerita dari film ini cukup dramatis dan cuplikan Part II juga cukup menjanjikan dengan menampilkan lebih banyak drama.

FYI : Ah Boys to Men Part II berhasil mengalahkan rekor Part I dengan meraih S$ 7 juta dan masih berlanjut. Sang sutradara juga mengkonfirmasi bahwa Part III akan segera dibuat karena banyaknya permintaan penonton.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...